Boikot Produk Pro Israel — Hati Nurani vs. Adu Nasib

Agnicia Rana
4 min readNov 24, 2023
Source: Pinterest.

Aku jarang banget bahas hal seserius ini (kecuali menyoal relasi romantis), tapi bagiku, ini sudah sangat penting untuk dibahas.

Perang Israel vs. Palestine.

Kita ngga akan bahas sejarah di postingan ini. Buat yang belum paham, banyak banget referensinya di youtube atau media online lainnya, dan aku yakin some of you guys are aware of this.

Jadi mari kita lanjut.

Aku awalnya acuh, ngga ngerti apa-apa, dan akhirnya aku memutuskan untuk cari tahu, untuk mengedukasi kepalaku sendiri menyoal apa yang terjadi, dan bikin aku sedih pun bikin kepalaku mumet. Bagaimana mungkin hal semengerikan itu terjadi ke anak-anak, ke perempuan, ke manusia — yang kita paham bahwa mereka adalah warga yang harusnya merasa aman di negara mereka sendiri?

Mari sama-sama kita sepakati bahwa hal yang terjadi di Gaza itu bukan menyoal agama, tapi politik. Gimana engga? Penyerangan yang terjadi kan adalah usaha perebutan wilayah.

Dan semakin aku lihat berita, media sosial, semakin bikin kepalaku penuh. Rasanya energiku habis. Belum lagi, pembahasan mengenai Israel dan Palestina ini melebar sampai ke ranah agama — kepercayaan, apa yang di dalam Al-quran, perdebatan antara Al-quran dengan Al-Kitab, dll — kalau kau pengamat media sosial, ramai di Tiktok soal Elia Myron, harusnya kau paham apa yang kumaksud.

Belum lagi perjalanan hanyut di sosial media membawaku ke hal yang lebih dalam lagi menyoal spiritualitas. Apakah itu panggilan hati? Tapi dari persoalan ini aku makin yakin, bahwa apa yang aku pilih adalah benar.

Hati Nurani Vs. Adu Nasib

Sebelumnya, di awal keluarnya fatwa MUI mengenai anjuran untuk boikot produk pro Israel, 10 November 2023 lalu, ramai pro dan kontra.

Aku adalah salah satu orang yang menyuarakan untuk boikot produk yang pro Israel. Kenapa? Ya karena uang tersebut digunakan untuk modal Israel menyerang Palestina — yang bukti kekejaman serangannya juga bisa kau temukan di platform manapun.

Kalau kita masih beli produk itu, artinya kita menyumbangkan sekian persen keuntungan yang mereka dapat untuk melancarkan penyerangan mereka ke Palestina. Make sense, kan?

Di sini aku hanya akan membahas dua hal. Pertama,

Kalau produk pro Israel diboikot, gimana nasib pekerjanya?

Jawabanku, yang banyak juga disuarakan oleh influencer di Tiktok, atau media sosial lainnya. Aku sepakat, bahwa: antara nasib pekerja di perusahaan-perusahaan itu, tidak sebanding dengan nasib mereka yang tinggal di Palestina.

Kita tidak dalam kondisi perang — apalagi yang diserang. Kita tidak dalam kondisi yang takut, yang keluar rumah saja bisa ditembak kapanpun — bahkan diam di rumah pun bisa dibom kapan saja. Kita tidak di kondisi yang harus minum air tampungan hujan — yang bahkan air hujan pun diklain milik lawan. Kita tidak di kondisi terbatas, untuk apapun.

Kita tidak sendirian, dan bahkan tidak sedang menunggu kematian kita, yang di depan mata itu. Kita tidak sedang menyaksikan keluarga dan teman-teman kita terbunuh satu per satu.

Kita dalam kondisi yang baik-baik saja, jauh lebih baik dari mereka di sana. Kita punya banyak pilihan, sementara mereka tidak. Seberapa besar rasa ketakutan mereka, dan lagi-lagi.. mereka ngga punya pilihan.

Mungkin kalau aku adalah karyawan di tempat itu pun, aku pasti turut ketar-ketir, aku paham rasanya. Tapi aku pun paham, aku masih punya banyak waktu dan kesempatan untuk berkembang. Aku masih punya pilihan untuk berpihak, untuk berpindah ke tempat lain yang punya nilai yang sama denganku.

Kalau kita masih membandingkan nasib kita dengan mereka, di mana letak hati nurani kita? Jadi, kalau menyoal adu nasib, ya dari sisi mana pun kita ini jauh lebih beruntung.

Kedua, lalu apakah boikot seberpengaruh itu?

Membaca media sosial yang berat menyoal saham yang turun dari perusahaan-perusahaan tersebut, tentu itu sedikit banyak berpengaruh. Tujuan boikot itu bukan untuk menghancurkan serta-merta perusahaan terkait, tapi sebagai bentuk keberpihakan kita, dan tekanan bagi pihat terkait.

Tentu dengan aku pribadi, mungkin ditambah keluargaku, tidak akan berubah banyak. Tapi kalau dilakukan bersama, oleh banyak orang… Kita bisa lihat sendiri hasilnya.

Produk di rak display supermarket yang masih penuh, saham turun, ketar-ketir promo yang super menggoda… itu adalah bukti bahwa peran boikot sebesar itu.

Belum lagi, kalau kamu yang mengikuti media sosial, kita (netizen Indonesia), bukan hanya membantu boikot produk, tapi kita boikot sosial media tentara Israel juga.

Postingan-postingan mereka yang tujuannya untuk brainwash dan nol besar faktanya, turut netizen penuhi kolom komentarnya dengan kata-kata membela Palestina. Kita ngga butuh bayar buzzer untuk sebar hoax, nih, terbukti SDM kita dengan kekuatan jempolnya sebegitu berpengaruhnya.

Aku bukan yang bisa turun langsung dan bantu banyak hal, tapi dengan membagikan isi kepalaku ini, semoga bisa bermanfaat.

--

--

Agnicia Rana

Sebuah perjalanan pencarian jati diri. Tempat misuh-misuh. #MemulaiKembali