Merayakan 15 Maret dengan HUHUHU

Agnicia Rana
2 min readMar 16, 2023

15 Maret dan yang membuatnya berat

Tepat tiga tahun yang lalu, 15 maret 2020. Hari itu lengkap tanpa huru hara yang berarti. Rasanya semua bersuka cita, kecuali rasa kecewa sedikit karena hujan sebentar. Semuanya berjalan mulus, terutama hidangan pengisi perut yang berulang kali ramai didatangi tamu. Kami coba semuanya, dan Grombyang jadi menu favorit. Berapa kali ya, kami ambil si menu khas ini?

Hingar bingar hari itu masih terbayang. Iya, aku bahagia dan bersyukur di hari itu, 15 maret 2020. Kami menjadi pusat perhatian seketika. Semua orang senang melihat kami hari itu.

Sampai akhirnya, 15 maret tahun depannya — dan depannya lagi — kami rayakan dengan suka cita dan penuh harap — harap-harap cemas semuanya akan berjalan terus, sampai bertemu tahun depan, depannya lagi, dan seterusnya.

Nyatanya, kami hanya mampu melalui dua tahun waktu bersama.

Tiga bulan setelah 15 maret 2022, aku temui hidangan penutup kisah cinta ini, yang cuma-cuma kudapat dari rasa yang biasa saja, tak direkayasa, tak pula aku berburuk sangka di dalamnya. That’s life. Knowing the fact that you’re not the only one for your spouse is sucks. Feels like dying.

Ini tahun ke-tiga, jika kami masih bersama, dan aku bersyukur tidak terjadi — tidak bersamanya lagi.

Tapi minggu-minggu ini aku waswas. Rasanya aku semakin agresif. Aku semakin ingin marah untuk hal-hal remeh temeh, kepada orang yang tidak pantas rasanya untuk mendapatkan amarahku yang tai ini.

Aku merasa tak nyaman akhir-akhir ini. Terlalu banyak memori yang ingin kuhapus, terlalu banyak pula yang ingin aku dapat, namun rasanya aku tak mampu. Tak mampu untuk memberi, hanya mampu untuk menumpuk beban.

Aku akui aku sakit.

Dan semakin aku menilai diriku, aku semakin letih dibuatnya. Semakin jahat diriku. Semakin kurang diriku, semakin kecil, semakin kecil, semakin kecil.

Aku minta maaf untuk sifat burukku yang mungkin tak bisa kau, orang-orang terdekatku terima. Aku minta maaf untuk kekuranganku yang tak bisa kau, orang-orang terdekatku terima.

Di hari yang ingin kukutuk ini, aku hanya ingin ber-huhuhu tanpa tapi, karena aku ingin berduka sekali lagi — atau entah mungkin nanti akan ada lagi. Aku ingin nikmati episode kesedihan ini.

Aku merindukan… merindukan hari di mana aku punya rumah — yang kau sebut “tong sampah”.

--

--

Agnicia Rana

Sebuah perjalanan pencarian jati diri. Tempat misuh-misuh. #MemulaiKembali