Seasons

Agnicia Rana
4 min readDec 16, 2024

--

Day 12 Writing Challenge: Favorite Song

Source: Pinterest.

Aku seperti menjadi orang lain di lagu ini. Seorang laki-laki yang belum sempurna kukenal. Dia masih ada dan berkeliaran mengejar rencana hidupnya, tapi dia sudah ngga ada lagi di hidupku. Aku dan dia menjadi asing, dan kuharap ini tulisan terakhirku yang ada “dia”-nya.

Dua lagu Wave to Earth pertama yang kukenal, ia sematkan dalam playlist pertama yang kami buat di 2023: Bad dan Seasons. Keduanya segera masuk ke kepalaku dan menjadi dua lagu favoritku saat itu.

Saking aku sukanya, sampai sekarang aku masih menyanyikan kedua lagu itu ditambah permainan ukuleleku yang pas-pasan, tapi aku enjoy dengan permainanku. Ada kalanya, saat lagu dan instrumen aku mainkan, aku merindukannya.

Tapi anehnya, emosiku sudah tak terpengaruh sebegitu signifikannya. Ia sudah asing dalam kepalaku.

Lagu Seasons dari Wave to Earth ini adalah gambaran dirinya.

Hal yang aku pahami dari dirinya secara awam — memang kita pernah sedekat apa? — adalah bahwa ia memiliki tingkat emotional intelligence dan kemampuan komunikasi yang buruk: avoindant.

Aku benar-benar tak memahaminya, di satu sisi, aku semakin memahami diriku, ketika aku mencoba untuk deal dengannya — yang sulit sekali waktu itu.

Dalam hubungan, aku sangat tidak merekomendasikan siapapun, termasuk aku dan pasanganku untuk bersikap pasif-agresif, termasuk avoidant. Aku paham, dalam kepalanya bergumul banyak hal dan kemungkinan. Mungkin salah satu core-nya adalah karena ia merasa kewalahan dan tidak bisa menginvestasikan waktu yang lebih banyak untuk hubungan kami.

Barangkali juga dia takut penolakan, takut terlalu jauh jatuh dalam hubungan yang dia pikir akan “sia-sia” — betul, karena ia belum yakin — , takut tuntutan, takut aku menjadi sumber sengsaranya yang bikin dia kehabisan waktu dan kebebasannya.

Ketika kami memiliki masalah, dia memilih menghindari sumber masalah. Menurutnya, ia selalu butuh waktu, sementara bagiku waktu di dunia terlalu singkat untuk menerka-nerka apa yang ada dalam pikirannya.

Aku menuntut, dia menghindar. Aku mengejar, ia semakin menjauh. Begitu kami berakhir.

I can’t be your love
Look, it’s too trivial for you now
Oh my life is fallin’ apart
Maybe no one will notice if I disappear

Aku tak bisa menjadi kekasihmu, ini semua terlalu rumit — aku kewalahan

Hidupku hancur, mungkin ngga akan ada yang tahu kalau aku menghilang —lagi-lagi aku kewalahan, dan aku tak bisa mengendalikannya, aku tak berarti apa-apa

I can’t be your love
Cause I’m afraid I’ll ruin your life
While the leaves withered away
And grew again
You have gone far away

Aku tak bisa menjadi cintamu, aku takut akan menghancurkan hidupmu — aku kewalahan, aku tak mampu, aku tak layak

Ketika daun berguguran dan tumbuh lagi, kamu telah pergi — aku menyesal, tapi aku tak bisa melakukan apa-apa, aku kewalahan, aku tak mampu, aku tak layak

I’ll be pushing up daisies
And bring all the chances to here

Aku tak berdaya, aku menyerah — Aku tak berdaya, aku menyerah

But I’ll pray for you all the time
If I could be by your side
I’ll give you all my life my seasons
By your side I’ll be your seasons, hmm

Tapi aku akan mendoakanmu setiap waktu — mendoakanmu adalah caraku mencintaimu

Jika aku bisa berada di sampingmu, akan kuberikan seluruh hidupku — jika, tapi aku tak mampu, tapi jika bisa, aku mau

Lagu ini adalah gambaran isi kepalanya. Aku memahami betul. Ada ketakutan pada dirinya, yang pernah pula ia sampaikan di perbincangan kami di sela-sela upaya kami bertemu satu sama lain.

Aku memahami ketakutannya, rasa ketidakpercayaannya pada dirinya sendiri, sementara dia tetap merasa tak ada yang mampu memahami dirinya.

Bagiku, mungkin lagu ini bisa jadi salah satu closure dan doa-doa yang selalu ia panjatkan untukku — untuk doa-doa yang tak pernah ia beri tahu persis isinya padaku. Mungkin untuk doa terbaik bagiku dan masa depanku, untuk penjagaan dari Tuhan untukku, untuk didekatkan kalau jodoh dan dijauhkan kalau tidak — yang ia tak pahami adalah jodoh harus dijemput, atau barangkali saat ini ia tak mampu menjemput, hanya dia yang tahu.

Barangkali ini terlalu mengada-ada. Selalu — terlalu — banyak kemungkinan untuk apa yang di luar kepala kita sendiri. Tapi lewat lagu Seasons ini, aku belajar, bahwa mencintai butuh keberanian. Keberanian untuk menyatakan cinta, keberanian untuk mengusahakan, keberanian untuk bertindak.

Kalau kita terus merasa tidak layak, pantas saja yang kau kejar makin menjauh. Kalau kita terus merasa tak layak, kebutuhan pasanganmu akan terus menjadi tuntutan. Ujungnya….

If I could be by your side
I’ll give you all my life, my seasons

If. Jika. Ujungnya “jika”, “kalau”, “hanya saja”. Dan “akan”. Jika dan akan yang belum kejadian. Jika dan akan yang belum tentu terjadi. Jika dan akan yang “kemungkinan”. Jika yang “jika” ada kesempatan, tanpa mengusahakan.

But I’ll pray for you all the time

Jika yang “pasrah” dan bertumpu hanya pada doa-doa.

Meski aku menangapi lagu ini — dan dia — dengan skeptis, aku mau makasih banyak padanya karena telah memperkenalkan Wave to Earth padaku. Lagu-lagu W2E aku dengar dan hayati semua.

Meski ini tak selalu tentangku dengannya, dan bagaimana kami berakhir, aku bangga mengumumkan kalau februari nanti aku akan nonton konser Wave to Earth di Indonesia.

Mungkin ini hikmah di balik perkenalan kami, aku jadi tahu lagu-lagu indah yang sayang kulewatkan. Apapun itu, semoga aku baik-baik.

--

--

Agnicia Rana
Agnicia Rana

Written by Agnicia Rana

Sebuah perjalanan pencarian jati diri. Tempat misuh-misuh. #MemulaiKembali

No responses yet