Sendiri Cari Bahagia
--
Day 6 of 30 days writing challenge: single and happy.
Rokok dan angin malam, juga lagu-lagu Danilla & Payung Teduh pernah menjadi jalan ninjaku. Oh lupa. Teh pucuk dan jaesu juga. Waktu itu, aku belum paham betul apa yang terjadi pada diriku: mengapa aku seringkali patah hati — lebih tepatnya ditinggal mati lelaki. Tidak terlalu berlebihan bilang mati untuk ia yang pergi dan tak pernah kembali, bukan?
Terlalu sering, sampai lupa sudah berapa kali tepatnya aku patah hati ditinggal hantu yang pura-pura jadi manusia. Mungkin kalau mau dihitung, sudah hampir puluhan lelaki mampir. Bolak-balik masuk hati, keluar lagi — terus-terusan — pejuhnya.
Simple. Yang mereka minta cuma kelamin, ngga muluk-muluk soal hati. Tapi kelamin pun punya ego memiliki bukan? Kelamin pun punya ego rindu bukan?
Kerapkali yang datang pun terlalu munafik. Berpura-pura menjadi pendengar, berpura-pura selalu ada, berpura-pura menyayangi…. bahkan ada yang berpura-pura suka puisi, pun dongeng putri tidur. Setelahnya lupa, bahwa semua harus selesai — bukan cuma di kelamin, tapi di hati.
Sekedar berucap kata-kata penutup pun tak apa, asal jangan mendadak mati dan jadi hantu. Pengecut memang.
Lalu hari-hari kuhabiskan dengan makan apapun yang aku mau — seringnya indomie goreng ditambah bon cabe biar pedas, dan mulutmu fokus merasakan sakit, pun perut dan boolmu kemudian — , karaoke tengah malam, rokok jablay, swipe kanan-kiri di aplikasi pencari jodoh (dibaca: kelamin), main game, bertemu kawan lalu makan….. tapi tetap kosong. Kopong. Kalau bola ubi kopong enak, kopong yang ini engga enak.
Hmm…
Kalau kau berharap aku kasih tips agar menjadi sendiri dan bahagia, itu bullshit, sayang. Carilah kata-kata motivasi di twitter atau instagrammu. Aku pun tak bahagia dulu, saat aku masih sendiri.
Aku sibuk mencari kebahagiaan.
Melalui rokok yang kuhisap dalam-dalam di malam hari yang dingin, melalui anak kucing yang selalu manja, melalui nasi padang dan teh pucuk dingin, melalui aplikasi pencari jodoh (dibaca lagi: kelamin), indomie goreng bon cabe…
Aku terlalu sibuk mencari kebahagiaan sampai aku lupa. Bahwa kebahagian itu ada di dalam diriku sendiri. Kebahagiaan itu mengalir, menjalar dari kepala ke tubuh. Kebahagiaan itu kau yang ciptakan. Kebahagiaan itu bukan saat kau menyakiti dirimu sendiri
Dan aku akhirnya berhenti. Berhenti terlalu pusing mencari. Lalu kujalani hal-hal penting lainnya: menyelesaikan tugas akhir, dan cari “duit”.
Apakah lukaku sembuh? Perlahan, ya.
Detik ini, aku bisa tertawa terbahak jika ingat semuanya. Merasa bodoh iya, bersyukur lebih banyak. Ternyata hari di mana kita berhenti mencari, di situ kita bisa lakukan hal yang lebih banyak. Termasuk hal yang tak kau duga sebelumnya, mungkin juga hal yang sebelumnya kau cari.