Yuk, Belajar Saling Memahami

Agnicia Rana
5 min readDec 27, 2017

--

Well, gue sedang prihatin, sih, dengan negara gue tinggal sendiri. Setelah kasus terakhir yang gue tulis, ternyata ada lagi hal yang membuat ricuh. Padahal gue pikir-pikir… omg. Ya udah sih, ini sepele.

Sebelumnya gue masih optimis, negara ini bisa bersatu padu menciptakan hal-hal yang lebih baik. Seperti… hm. Indonesia pernah ngga sih menoreh prestasi dan itu akibat kerjasama membangun apa gitu?

Coba kita tilik satu-satu.

Sportifitas?

Mana ada? Di kampus gue yang sekecil itu aja ada tanding bola antar fakultas, eh, supporternya yang rusuh. Kenapa sih, ngga… yaudah gitu tim lu tim dia, terus kenapa ribut? Kecuali sekali ribut yang dilempar duit cebanan, nah boleh lu ribut dah sono — terus panitianya mungutin duit. Lah ini… adu mulut, adu tinju.. Duh apa enaknye bonyok?

Ayting jadi orang ketiga di pernikahan Raffi Nagita, yang heboh haters mereka berdua yang saling menjatuhkan satu sama lain dengan cara menuh-menuhin komen rival dengan kata-kata nista. Ditambah lagi suka ada foto perbandingan keduanya gitu. YAELAA. Hidup mereka ngapa U yang heboh :(

Dan ini lagi kasus terbaru. Kasus yang sampe dua hari lebih masih dibahas (bahkan hingga sekarang). Teman gue pun sampe esmosi pisan di instastorynya, seolah-olah si pihak rival itu pasti baca story dia — ya mungkin ada yang baca juga, sih.

Kasus terbaru ini cukup membuat gue sedih sih, ditambah lagi gue dulu pernah jadi penggemar boyband ini, meski bias gue bukan doi. Gue suka sama member lain — sempet suka pisan pada jaman itu. Sebelum akhirnya gue ngefans BGT sama bigbang. Literaly Bigbang ya, bukan satu member doangan.

Ya. Doi yang gue maksud adalah salah satu artis K-Pop yang meninggal karena bunuh diri, baru-baru ini (18/12). Namanya Kim Jong Hyun, member dari SHINee — yang kalo ngga salah informasi sih, mereka mau comeback tahun depan, betul kah, Shawol?

Hebohnya kenapa?

Karena kabar meninggalnya Jong Hyun meninggalkan luka yang mendalam untuk para fansnya — juga fans K-pop seluruh dunia, pun Indonesia. Saking hebohnya, netizen — yang memang bukan fans K-pop mengomentari bahwa fans-fans yang berbelasungkawa atas meninggalnya Jong Hyun ini tidak peduli dengan Palestina. Netizen beranggapan bahwa, ya ngga usahlah ngurusin orang bunuh diri, gitu aja prihatin. Lihat nih sodara kita di Palestina.

Bahkan, netizen ada yang kata-katanya pedes banget. Nyebut muka plastik, lah. Mengaitkan depresi dengan orang yang tidak beriman, tidak punya agama lah. HELLOOOWWW??!!

Jadi deh rame, dan bales-balesan komen gitu. Dan hebohnya sekarang udah bukan perihal kematian Jong Hyun lagi. Jadi bales-balesan komen yang perlu ngga perlu deh.

Tapi bagusnya, salah satu penggemar dari Jong Hyun menginisiasi adanya penarikan amal untuk disumbangkan ke Palestina. Dan yang gue tahu dari kabar terakhir sih, hasilnya sudah jauh melebihi target.

Ini sebuah pembuktian, sih. Bahwa fans K-pop yang kata netizen lebay dan mengelu-elukan seorang nyawa yang bunuh diri, bukan berarti mereka tidak peduli dengan keadaan saudara di Palestina.

Dari permasalahan ini gue semakin berpikir, sepertinya netizen yang komen tidak punya otak itu memang tangan dari akun palsu yang memang diciptakan untuk menebar kebencian. So, buat kita yang tidak punya motif untuk menebar kebencian, ada baiknya tidak usah menanggapi, guys.

Oke. Kita bahas Jong Hyun lagi.

Jong Hyun ini kabarnya meninggal karena dengan sengaja menghirup briket batubara karena depresi. Desas-desus kabar ini semakin kuat setelah sahabatnya mengunggah surat yang ia tulis sendiri, yang memang sudah dipesankan sebelumnya untuk dipublikasikan kalau-kalau dirinya “menghilang” — itu permohonan Jong Hyun sendiri.

Isi suratnya kurang lebih seperti ini — btw gue cuma mengutip beberapa baris.

Aku hancur dari dalam.
Depresi yang perlahan menggerogotiku, akhirnya benar-benar menelanku.
Dan aku tidak bisa mengalahkannya.

Aku membenci diriku sendiri. Aku meraih kenangan yang terputus-putus dan berteriak agar mereka bersatu namun tidak ada tanggapan.

Jika aku tidak bisa bernapas, sebaiknya aku berhenti bernapas sama sekali.
Aku bertanya pada diriku siapa yang bertanggung jawab untukku.
Hanya akucngidap Seasonal Affective Disorder — tipe depresi karena perubahan musim. Ia seringkali merasa depresi ketika musim gugur dan musim dingin datang.

Mungkin kita sebagai orang yang hidup di negara tropis berpikir bahwa akan sangat menyenangkan berada di daerah yang penuh dengan salju. Bisa main ice skating, membuat boneka salju, merasakan dinginnya salju, dll. Namun siapa sangka, bahwa untuk sebagian orang, berada di musim ini dapat menimbulkan lelah berkepanjangan. Berbulan-bulan melihat tumpukan bulir-bulir putih, ngga bisa kemana-mana karena tertutupnya jalan, belum lagi dingin yang “pake banget”.

Dan mungkin itu yang dirasakan Jong Hyun. Dalam artikel itu pun menjelaskan bahwa ketika musim dingin dan musim gugur tiba, Jong Hyun merasa lebih sensitif: tertekan, mudah marah, menarik diri dari lingkungan, dll.

Apa yang kita tahu?

Kita ngga tahu apa-apa.

Kita ngga akan tahu rasanya depresi — atau perasaan apapun kalau kita belum mengalaminya sendiri. Itu pentingnya belajar untuk mengerti — belajar empati. Sebetulnya untuk bisa merasakan beratnya depresi — atau rasa apapun itu, ngga harus menunggu perasaan itu datang ke kita, tapi bisa dengan mengotrol diri dan belajar lebih memahami orang lain.

Depresi itu bukan sesuatu hal yang mudah — apalagi ketika dijalani sendirian.

Apalagi kalau dilihat dari surat tersebut, Jong Hyun sudah merasa ngga sanggup lagi menjalani hidup di dunia. Jika aku tidak bisa bernapas, sebaiknya aku berhenti bernapas sama sekali. Bahkan menurutnya memang lebih baik tidak bernapas lagi.

I dont know, seberapa berat yang ia alami diiringi dengan kesuksesannya di dunia musik dunia. Dia tampan, suaranya bagus, sangat-sangat mencintai musik, banyak fansnya… tapi ternyata, kemagahan itu ndak membuat dia bahagia — malah sebaliknya.

Itu bahanya dari depresi. Bahwa keinginan untuk menghilang dari dunia lebih besar dibanding berhadapan dengannya.

Gue banyak berkaca dari sini, bukan hanya untuk menyampaikan bela sungkawa besar-besaran kepada Jong Hyun, termasuk juga kepada fansnya. Yang gue tilik lebih dalam justru perasaan depresi itu sendiri.

Mungkin ada banyak dari kalian yang membaca ini pernah mengalami depresi — lelah berlebihan, sendirian, ingin mati saja, dan perasaan negatif lainnya. Jangan mengurung diri dan bersedih sendirian. Carilah orang yang setidaknnya bisa mendengarkanmu. Kamu tidak sendirian. Kamu punya banyak orang yang bisa kamu ajak bercerita. Kamu punya Tuhanmu, tempat berbagi.

Bagaimana jika kamu tetap merasa tak bisa?

Berbagilah lewat cara lain. Menulis buku harian, menulis di blog, belajar untuk berbagi cerita pelan-pelan…

Untuk kamu yang punya teman atau setidaknya mengetahui bahwa seseorang mengidap depresi, jangan buru-buru menghakimi. Tidak punya Tuhan, lah. Gegabah, lah. Bloon, lah. Pun, bersikap menggurui dengan bilang kata-kata semacam, “Ah, lu ngeluh mulu.” atau “Yaela cuma gitu doang mah sans aja kali. Lebay, lu!”.

Tunjukkan rasa empatimu dengan — paling tidak mendengarkan keluh kesahnya. Beri ia pelayanan yang baik dengan membuat ia percaya bahwa ia tak sendiri. Kalau sekiranya depresinya sudah membutuhkan bantuan medis, silahkan kamu bantu ia dengan mengantarkannya ke ahli — psikolog ataupun psikiater.

Beri ia ruang untuk bercerita, untuk dipercaya, untuk merasakan bahwa masih ada yang peduli dengan dirinya.

Teman gue pernah bercerita, jaman SMA. Dia cerita perihal keluarganya. Waktu itu, gue di dalam hati masih ngga habis pikir dengan apa yang dia ceritakan. Menurut gue, sepertinya lebih parah keluarga gue, deh. Kala ditimbang-timbang juga masih enakan dia hidupnya.

Dulu, ketika belum mengerti gue berpikir gitu — hanya berpikir ya, tidak terang-terangan bilang ke dia.

Tapi sekarang, setelah gue belajar, setelah semakin banyak mendapat pengalaman… gue semakin mengerti bahwa setiap orang berbeda-beda. Kita tidak bicara tingkat depresinya, dulu. Bagaimana cara manusia memandang dirinya dan hidupnya dulu aja.

Berbeda.

Ada sebagian orang yang mudah mengatasi depresinya, ada yang tidak. Ada yang mudah bercerita, ada yang tidak. Ada yang mudah mengekspresikan segala apa yang ia rasa, ada yang sulit. Ada yang biasa menceritakan apa yang dia alami, ada yang ngga biasa. Ada yang menangapi segala hal dengan positif, ada yang tidak.

Jadi, apa susahnya untuk belajar mengerti?

--

--

Agnicia Rana

Sebuah perjalanan pencarian jati diri. Tempat misuh-misuh. #MemulaiKembali